ARTIKEL

KJA Offshore: Membangun Industri Marikultur Modern

Jakarta – Luas wilayah Indonesia yang terdiri dari 2/3 lautan menjadi peluang yang sangat besar bagi pengembangan budidaya laut atau marikultur. Potensi yang sangat besar tersebut apabila dimanfaatkan secara maksimal dapat mendorong peningkatan produksi ikan yang selama ini masih mengandalkan hasil tangkapan di alam.
Selain itu, produk perikanan Indonesia saat ini telah banyak diminati pasar internasional, bahkan telah menjadi primadona ekspor ke sejumlah negara. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya untuk membangun industri marikultur guna memenuhi permintaan ekspor tersebut. Salah satunya dengan menginisiasi penerapan teknologi modern berupa Keramba Jaring Apung Lepas Pantai atau KJA Offshore.
KJA Offshore merupakan program strategis  KKP yang bertujuan untuk meningkatkan produksi ikan laut dengan metode budidaya, utamanya ikan kakap putih (Lates calcalifer). Program yang diadopsi dari teknologi budidaya di Norwegia ini diyakini dapat menggenjot produksi ikan laut, terutama ikan kakap putih secara signifikan. Hal ini tentunya sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.
Teknologi yang diadopsi ini berupa KJA berbentuk bulat  berdiameter 25,5 m, dengan keliling lingkaran 80 m yang berfungsi untuk memelihara ikan laut yang letaknya di lepas pantai/laut terbuka (> 2 km dari pantai). Pembangunan KJA Offshore ini dilakukan oleh PT. Perikanan Nusantara (Perinus) sebagai BUMN pemenang tender. KJA Offshore Pangandaran adalah yang paling cepat progress pembangunannya.
Berbeda dari KJA konvensional, KJA Offshore memiliki kedalaman jaring sampai 15 meter dan dapat ditebar lebih banyak benih, yaitu sekitar 1,2 juta per tahun untuk 8 lubang. Dengan demikian, produksi juga akan lebih tinggi, yaitu mencapai 816 ton per tahun per unit (8 lubang). Sedangkan KJA konvensional hanya dapat memproduksi 5,4 ton per tahun per unit (8 lubang).
KJA Offshore dengan tiap unit terdiri dari 8 lubang akan diisi benih kakap putih (barramudi). Kakap putih dipilih karena termasuk ikan yang mudah dibudidayakan. Selain itu, kakap putih dinilai bisa diolah menjadi berbagai produk dengan pasar yang lebih luas dibandingkan jenis ikan budidaya lainnya, misalnya kerapu.
Ikan kakap putih hasil budidaya KJA Offshore ini akan di panen dan diproses dalam bentuk fillet maupun frozen. Rencananya produk ini akan dijual di pasar dalam negeri maupun luar negeri seperti Eropa, Timur Tengah, dan Australia.
Untuk mengurangi dampak lingkungan, di sekitar KJA Offshore akan dikembangkan budidaya dengan mengadopsi sistem Integrated Multitropic Aquaculture, sehingga dapat mengurangi sisa pakan dan kotoran. Selain itu sistem ini juga diharapkan akan menjadi daya tarik bagi ikan-ikan di sekeliling KJA Offshore.
Pengembangan teknologi ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan secara langsung sekitar 200 – 240 orang pada proses pendederan. Di mana untuk memenuhi benih di satu lubang KJA Offshore diperlukan  lahan 5 hektare.
Tak hanya melibatkan tenaga kerja langsung, KJA ini juga akan menyerap tenaga kerja tidak langsung sekitar 135 – 220 orang. Pada kegiatan penyortiran ukuran ikan, pengangkutan benih, dan vaksinasi dapat melibatkan sekitar 15 – 25 tenaga kerja per 5 hektar. Dengan demikian, 8 lubang KJA akan melibatkan tenaga kerja tidak langsung sekitar 120  – 200 orang.
Nelayan sekitar juga akan diberdayakan melalui pemanfaatan ikan rucah hasil tangkapan nelayan sebagai pakan tambahan untuk KJA Offshore. Jika satu nelayan bisa menghasilkan 20 kg ikan rucah per hari, maka dengan 50 nelayan dapat dihasilkan 1 ton ikan rucah per hari.
Adapun proses pendederan dari hulu ke hilir serta proses pengamanan budidaya KJA Offshore akan melibatkan masyarakat yang tergabung dalam Koperasi Unit Desa (KUD). KUD juga akan dilibatkan dalam pengelolaan hasil panen.
Untuk pertama kalinya, KJA Offshore di Pangandaran diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa 24 April 2018. Pangandaran merupakan satu dari tiga lokasi pertama pengembangan KJA Offshore di Indonesia selain Sabang (Aceh) dan Karimun Jawa  (Jepara).
Perlu diketahui, KJA Offshore Pangandaran dibangun di tengah laut dengan jarak sekitar  4 mil dari pantai terdekat atau 7 – 8 mil dari PPI Cikidang. Penentuan lokasi KJA Offshore ini, telah melalui kajian lingkungan dan kelayakan lokasi, serta sosialisasi dan komunikasi terhadap nelayan sekitar. Sehingga dapat dipastikan pembangunan tidak akan menimbulkan kerusakan lingkungan atau kerugian bagi masyarakat.
Lokasi pembangunan dipilih menjauh dari alur penangkapan ikan, alur pelayaran, dan daerah konservasi, serta masuk dalam Peta Zonasi Kawasan Perikanan di Provinsi Jawa Barat.
Saat ini sedang disusun komitmen kerja sama antara KKP, KUD nelayan yang merupakan anggota HNSI Pangandaran, Pengelola KJA, dan Pemerintah Kabupaten Pangandaran terkait pengelolaan KJA lepas pantai ini. Keterlibatan masyarakat nelayan dalam  perjanjian ini diupayakan  agar semua pihak dapat diuntungkan. (Kementerian Kelautan dan Perikanan).
sumber : https://malangkota.go.id/2018/04/26/kja-offshore-membangun-industri-marikultur-modern/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *