Jakarta – Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri menyampaikan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari Perpres 20/2018 tentang penggunaan Tenaga Kerja Asing. Menaker Hanif meyakinkan bahwa 20/2018 memiliki tujuan yang baik untuk mendukung realisasi investasi nasional dan pada akhirnya akan berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja.
Menurut laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sepanjang tahun 2017 mencapai Rp 692,8 triliun. Angka ini tumbuh 13,1 persen dan melampaui target yang ditetapkan sebesar Rp 678,8 triliun. Hal ini menunjukkan tingginya minat investor untuk berinvestasi di Indonesia.
“Perpres 20/2018 tujuan utamanya menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan lebih baik melalui investasi. Investasi itu sangat penting karena kita tidak bisa membangun hanya mengandalkan APBN saja,” ujar Menaker di Jakarta, Rabu (25/04/2018).
Hadirnya Perpres ini sejalan dengan semangat reformasi birokrasi yang merupakan salah satu program prioritas presiden yang diturunkan dari visi Nawacita. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika persaingan global.
“Perpres 20/2018 lebih mengatur penyederhanaan prosedur perizinan TKA dan mempercepat layanan izin TKA. Kenapa ini penting? Agar layanan TKA tidak menghambat investasi. Karena kalau berbelit-belit pasti menghambat investasi,” tegas Menaker.
Menaker juga mengajak masyarakat untuk memperhatikan Data Direktorat Pengendalian Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kemnaker yang menunjukkan jumlah TKA. Dari data Direktorat PPTKA diketahui bahwa TKA yang bekerja di Indonesia pada tahun 2017 tercatat sebanyak 85.974 orang.
Berdasarkan data PPTKA Kemnaker, Jumlah IMTA (Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing) yang DITERBITKAN bagi TKA jangka panjang dan jangka pendek pada tahun 2015 sebanyak 111.536 orang, tahun 2016 sebanyak 118.088 orang dan tahun 2017 sebanyak 126.006.
Sedangkan data Jumlah IMTA yang BERLAKU pada tahun 2015 sebanyak 77.149 orang tahun 2016 sebanyak 80.375 dan pada tahun 2017 sebanyak 85.974 orang
“Jika diperbandingkan dengan jumlah TKA di negara lain persentase TKA kita hanya di kisaran kurang dari 0,1% karena jumlah TKA kita hingga akhir 2017 hanya sekitar 85 ribu dari berbagai negara,” kata Menaker.
Menaker kembali menegaskan bahwa Perpres 20/2018 menyederhanakan aspek prosedur, birokrasi, dan mekanisme perizinan tanpa menghilangkan syarat kualitatif TKA. TKA yang boleh bekerja di Indonesia di antaranya harus memiliki pendidikan yang sesuai dengan syarat jabatan yang akan diduduki oleh TKA tersebut, memiliki sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja sesuai dengan jabatan yang akan diduduki TKA paling kurang 5 (lima) tahun. Sehingga tidak mungkin pemerintah membiarkan ada TKA yang bekerja sebagai pekerja kasar atau tenaga non skill.
“Jadi saya ingin katakan, di Perpres ini, kemudahan dari sisi prosedur dan birokrasi, bukan membebaskan. Yang dulu pekerja kasar dilarang masuk, sekarang dilarang masuk. Misalkan ada orang asing bekerja kasar, itu pelanggaran. Dan pelanggaran pasti ditindak,” tegas Menaker.
Pada Perpres No 20/2018 juga disebutkan bahwa Pemberi Kerja TKA wajib menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga Kerja Pendamping (kecuali bagi TKA yang menduduki jabatan Direksi dan Komisaris), melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA, serta memfasilitasi pendidikan dan pelatihan Bahasa Indonesia kepada TKA.
Penunjukkan Tenaga Kerja Pendamping tidak lain bertujuan sebagai upaya alih teknologi dan skill yang dimiliki oleh TKA kepada TKI. Sehingga ketika masa izin kerja TKA berakhir, tenaga kerja pendamping siap untuk menggantikan TKA tersebut. (Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan RI)