Pemprov dan Pemda Se Jatim Berkomitmen Bangun Integritas Bersama KPK
Kel. Blimbing
Surabaya, Merubah dari antri (korupsi) menjadi anti (korupsi). Menjadi statemen lugas Gubernur Jawa Timur H. Soekarwo, saat mengawali kegiatan rapat koordinasi dan penanda tanganan komitmen bersama program pemberantasan korupsi terintegrasi di Pemerintah Provinsi Jawa Timur (7/3 ’18) di Gedung Grahadi Surabaya. “Itu perlu di konstruksi dengan baik, sungguh sungguh dan berintegritas, “tegas Gubernur Soekarwo.
Ditambahkannya, wilayah rawan korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yakni tahap penyusunan APBD, pengelolaan Pajak dan Retribusi, Pengadaan Barang dan Jasa, Perijinan, Belanja Hibah dan Bantuan Sosial serta Biaya Perjalanan Dinas.
“Khusus untuk tahap penyusunan APBD, meskipun sudah ada e planning dan e budgeting tapi masih saja ada (ditemukan) pemerasan dan suap, ini karena faktor (rendahnya) integritas, “tutur Pak De Karwo, demikian Gubernur Jatim akrab disapa. Hal lain yang disoroti dan diberikan perhatian terkait dengan pengelolaan pajak dan retribusi, agar tidak mono kanal tetapi harus membuka multi kanal. “Artinya, tempat pembayaran dan media bayar jangan hanya satu, buka ruang kemudahan pembayaran pajak maupun retribusi. Stressingnya adalah kemudahan dalam pembayaran secara sistem dan non tunai, “ujar Gubernur Jatim Soekarwo. Ada pun langkah langkah strategis yang dilakukan Pemprov Jatim dan digerakkan ke 38 Pemkot/Pemkab di Jatim adalah penguatan atas pengawasan manajemen, penguatan kewenangan APIP, serta optimalisasi e planning dan e budgeting. Data yang dilansir Pemprov Jatim, baru 89 persen kota/kabupaten menerapkan e budgeting, artinya masih ada 3 daerah yang belum.
Data lain yang dilansir, dan ditekankan Gubernur Soekarwo, untuk jadi perhatian Kepala Daerah adalah masih sedikitnya Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) yang terbentuk. “Perlu diperhatikan ini, baru 30 persen UPG dari 38 kota/kabupaten. Artinya, banyak kota/kabupaten belum ada UPG nya. Lha ini mana komitmennya, “tegas Soekarwo.
Sementara itu, Sutejo, Sekretaris Irjen Pembangunan Kementerian Dalam Negeri, menyampaikan indek persepsi korupsi Indonesia masih di angka 37, bahkan dalam pemeringkatan mengalami penurunan dari peringkat 90 turun ke 96. “Ini memang pekerjaan besar kita semua untuk melakukan pencegahan. Catatan dari Kemendagri, bahwa pintu awal kegagalan manajemen pemerintahan dan menjadi pintu awal korupsi di daerah adalah inkonsistensi antara dokumen perencanaan dengan penganggaran. Secara khusus, kemendagri juga menginstruksikan kepada daerah untuk segera menindak lanjuti penandatangan perjanjian kerjasama antara Kemendagri, Kejagung dan Kepolisian RI pada level provinsi, kota dan kabupaten selambat lambatnya akhir bulan Maret 2018.
La Ode M. Syarif, Komisioner KPK RI selaku pembicara utama menyentil para penyelenggara negara untuk belajar dari warisan budaya. “Heritage yang sering kita lihat atau kita datangi sesungguhnya jadi pelajaran berharga. Pelajaran berharga, bahwa bangunan bangunan lama tua bersejarah usianya bertahun tahun, sementara faktor kekinian banyak kualitas gedung saat ini mudah roboh. Ini realita, bahwa ada kesalahan dalam perencanaan, pengerjaan dan atau pengawasannya. “Bukan karena (dibuat) Belanda sehingga gedung heritage kuat. Karena SDM kita nggak kalah, tapi integritas yang harus dibenahi, “tukas La Ode.
Merespon tuntutan agar KPK lebih mengutamakan pencegahan daripada penindakan, La Ode menegaskan itu sudah dilakukan. “Kita (KPK) ada 5 tahapan, yakni koordinasi, pencegahan, supervisi, monitoring baru penindakan. Dan itu selalu kita lalui. Yang menjadi masalah, daerah abai saat kita ingatkan dan berujung pada langkah penindakan. Ini (penindakan) hal yang nggak meng-enakkan kita juga, tapi harus kita lakukan karena fakta lapangan sudah kuat terjadinya tindak korupsi, “tegas La Ode. Oleh karenanya, La Ode juga memberi catatan agar daerah tidak acuh terhadap aduan masyarakat. Segera respon dan pada titip tertentu dikonsultasikan ke divisi pencegahan KPK Di Jawa Timur sendiri dari 1.772 aduan masyarakat, 345 telah terverifikasi, dan layak untuk menjadi perhatian. Demikian catatan KPK yang diinfokan La Ode M. Syarif. Karena penindakan tidak mengenakkan, mari kita cegah bersama. Imbuh Komisioner KPK RI itu.
Dalam konteks penguatan komitmen bersama, pada waktu yang bersamaan dilaksanakan penandatanganan komitmen oleh Gubernur, Ketua DPRD Jatim, Kejati, Kapolda, Walikota, Bupati dan Ketua DPRD kota/kabupaten se Jatim. Langsung ikut menanda tangani Pjs Walikota Malang Wahid Wahyudi dan Ketua DPRD Kota Malang Abdul Hakim.
“Beberapa hal yang menjadi stressing dalam rakor, telah ditindaklanjuti di kota Malang diantaranya e budgeting dan Unit Pengendali Gratifikadi telah ada di kota Malang. Dan tentu kami (Pemkot Malang) terus berkomitmen untuk membangun kualitas penganggaran yang memang pro pelayanan, termasuk dari sisi transparansi dan akuntabilitasnya. Karenanya, sejak awal di kota Malang, saya tekankan pentingnya pemanfaatan IT, “tambah Wahid Wahyudi. Untuk APIP, saya sepakat perlu terus ada penguatan. Karena memang secara fungsi, dari peran APIP ini pula, pencegahan dapat kita maksimalkan. Ujar Pjs. Walikota Malang, Wahid Wahyudi.